Selasa, 26 Maret 2013

maap klw programnya cupu ... bisa d hapus klw g berguna ...

#include<iostream.h>
#include<conio.h>
#include<stdio.h>
class pegawai

{
private:
char nama[20],npm[10],alamat[25];

int x,xx,jamlembur;
int jumlah;
public:

void data()
{
cout<<"Nama : ";cin>>nama;
cout<<"\n";
cout<<"Npm : ";cin>>npm;
cout<<"\n";
cout<<"Alamat : ";cin>>alamat;
cout<<"\n";
cout<<"1. direktur\n";
cout<<"2. admin\n";
cout<<"3. sekretaris\n";
cout<<"4. pegawai\n";
cout<<"5. OB\n\n";
cout<<"Jabatan : ";cin>>xx;
cout<<"\n";
{
if(xx == 1 )
x = 150000;
else if(xx == 2 )
x = 100000;
else if(xx == 3)
x = 75000;
else if (xx == 4)
x = 50000;
else if (xx == 5)
x = 25000;
else x = 0;

}
cout<<"Jam Lembur : ";cin>>jamlembur;
}
friend class gaji;
};
class gaji
{private:char jumlah_gaji;

double harga,total;
public:
void Total_gaji(pegawai P)
{
harga = P.x;
total=(P.jamlembur * harga);


cout<<"Total Gaji : Rp "<<total<<endl;
}
};

void main()
{

pegawai;

char lagi;


do{
cout<<"=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-\n";
cout<<" Penghitungan Pembayaran Gaji\n";
cout<<"--------------------------------\n\n";
pegawai Y;
gaji Z;
Y.data();
Z.Total_gaji(Y);
cout<<"---------------------------------\n";

cout<<("ingin kembali ke menu (y/t) ? ");
cin>>lagi;
cout<<endl;


while(lagi=='Y'||lagi=='y');
}

Aplikasi menu makanan C++

Berikut ini contoh aplikasi menu makanan menggunakan bahasa C++, semoga ini dapat membantu anda :)


#include <iostream>
#include <iomanip>
#include <conio.h>

int main(int argc, char *argv[])
{
int menu,porsi,banyak_pesanan,status_pesanan,harga_makanan;
float pajak;
float total_harga_awal,total_harga_akhir,kembalian,bayar;

total_harga_awal=0;
total_harga_akhir=0;

cout<<"==========| Welcome to the family restaurant ^w^ |==========="<<endl;
cout<<"==========| Mau pesan apa ? ^^ |=========="<<endl;
cout<<"==========| Kami menyediakan menu spesial ! |=========="<<endl;
cout<<"==========| Silahkan diliat daftar menunya ^^ |=========="<<endl;
cout<<"==========| MENU MAKANAN |=========="<<endl;
cout<<"[1] Steak"<<endl;
cout<<"[2] Salad"<<endl;
cout<<"[3] Shushi"<<endl;
cout<<"===================================="<<endl;
cout<<"MASUKAN PILIHAN MAKANAN : [ ]";
cin>>menu;
//system("cls");

cout<<"===========| PORSI |==========="<<endl;;
cout<<"[1] Biasa"<<endl;
cout<<"[2] Sedang"<<endl;
cout<<"[3] Spesial"<<endl;
cout<<"==============================="<<endl;
cout<<"MASUKAN PILIHAN PORSI : [ ]";
cin>>porsi;

cout<<"BANYAK PESANAN : [__]";
cin>>banyak_pesanan;

cout<<"=========| STATUS PESANAN |=========="<<endl;
cout<<"[1] MAKAN DITEMPAT"<<endl;
cout<<"[2] DIBUNGKUS"<<endl;
cout<<"====================================="<<endl;
cout<<"MASUKAN STATUS PESANAN : [ ]";
cin>>status_pesanan;

//system("cls");
if ((menu==1) && (porsi==1))
harga_makanan=10000;
else
if ((menu==1) && (porsi==2))
harga_makanan=15000;
else
if ((menu==1) && (porsi==3))
harga_makanan=20000;
else


if ((menu==2) && (porsi==1))
harga_makanan=3000;
else
if ((menu==2) && (porsi==2))
harga_makanan=4000;
else
if((menu==3) && (porsi==3))
harga_makanan=5000;



if ((menu==3) && (porsi==1))
harga_makanan=20000;
else
if((menu==3) && (porsi==2))
harga_makanan=25000;
else
if((menu==3) && (porsi==3))
harga_makanan=30000;

{
switch(porsi)
{
case 1 : harga_makanan = 10000;break;
case 2 : harga_makanan = 15000;break;
default : harga_makanan = 20000;
}
}




total_harga_awal=harga_makanan*banyak_pesanan;

if (status_pesanan==1)
pajak=0.1*total_harga_awal;
else
pajak=0;


total_harga_akhir=total_harga_awal+pajak;

cout<<setiosflags(ios::fixed);
cout<<"===========| BILL |==========="<<endl;
cout<<"TOTAL HARGA : Rp. "<<setw(10)<<setprecision(2)<<total_harga_awal;
cout<<"PAJAK : Rp. "<<setw(10)<<setprecision(2)<<pajak;
cout<<"BAYAR : Rp. "<<setw(10)<<setprecision(2)<<total_harga_akhir;
cout<<"==============================="<<endl;
cout<<"NOMINAL YANG DIBAYAR : Rp. ";
cin>>bayar;
kembalian = bayar - total_harga_akhir;
cout<<"KEMBALIAN : Rp. "<<setw(10)<<setprecision(2)<<kembalian<<endl;
cout<<"==========Have a wonderful dish ^^=========="<<endl;
cout<<"===========Arigato gosaimasu ^w^============"<<endl;
getche();
}

Selasa, 19 Maret 2013

Jumat, 08 Maret 2013



perbandigan search engine

No search engine  performance 

respontime interface Nlis

1 google 03.00 detik gambar dan tulisan ada

2 bing 01.23 detik tulisan ada

3 yahoo  07.35 detik tulisan ada






Sabtu, 23 Februari 2013

Pengalungan tasbeh di leher



Hadirilah !!! Kajian Bulanan : Ahad 17 Februari 2013 : Prinsip Pokok Ajaran Al-Qur`an :: Hadirilah !!! Tabligh Akbar : Ahad 10 Februari 2013: Etika Berbisnis dalam Islam ::


Selasa, 19 Februari

Sebagaimana mereka juga telah mencatat, bahwa sebaiknya bagi seorang fakir (istilah dalam ajaran sufi) jika telah selesai menggunakan tasbeh berukuran sedang yang sesuai dengan bacaan dzikir, hendaknya ia mengalungkannya di lehernya, sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan kepada benda itu. Di dalam kitab “al-Minan”,al-Quthb (Kedudukan tertinggi dalam tingkatan para wali) asy-Sya’rani rahimahullahbercerita: “Pernah suatu kali kakiku menginjak tasbeh, maka aku hampir saja terpelanting karenanya demi memuliakan tasbeh tersebut.”.

Hal itu harus dilakukan, karena pengalungan tasbeh di leher lebih memelihara dan menjaga tasbeh dari tindak penghinaan, peremehan dan penghancuran. Mengalungkan tasbeh di leher juga berguna untuk menumpas atas rongrongan nafsu, serta mengekangnya agar tidak berpaling kepada prilaku busuk. Yang demikian ini berdasarkan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang telah bermujahadah di bawah penanganan para ulama sufi kelas tinggi (ahl al-hadhrah ar-rabbaniyah), yaitu mereka yang telah memadukan syariat dengan hakikat, fanâ’ dan baqa’, sadar dan mabuk, kehadiran dan ghaib, dan antara mujahadah dengan musyahadah (menyaksikan alam ghaib, alam ruh). Cobalah Anda kiaskan sendiri!

Dalil bagi ini semua dari sudut dzauq (rasa) dan hâl adalah bahwa mengalungkan tasbeh di leher termasuk suatu hal yang paling tidak disuka dan memberatkan nafsu, khususnya jika tasbeh tersebut kasar dan terbuat dari kayu yang dirangkaikan pada sebuah benang dari bulu atau katun. Barangsiapa yang sudah merasakan, pasti ia mengetahui, sedangkan orang yang belum merasakan, maka tidak ada salahnya bila dia menerima dan mengakui.

Hakikat segala sesuatu itu tersimpan di dalam uji-coba, barangsiapa yang tidak pernah mencoba, maka dia tidak akan pernah benar. Wahai saudara-saudaraku, demi Allah! sekali lagi, demi Allah, aku pernah menahan rasa pahit getir luar biasa sewaktu mengalungkan tasbeh di leherku pada tahap permulaan bila melihat pada nafsu dan manusia. Aku lebih suka bila ditaruh di atas kepalaku batu seberat gunung daripada berkalung tasbeh sekalipun beratnya hanya satu ons saja. Ketika aku mengalungkannya di leherku atas perintah guru-guruku yang mulia, maka redup sifat-sifat kemanusiaanku, dan tenanglah nafsuku hingga tidak terpancing untuk meniru akhlak setan yang menjadi penghalang dari kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa (al-Malik ad-Dayyan). Kekhusyu’an dan ketundukan pun meliputi lahir dan batinku…. hingga apa yang dituntut oleh aturan-aturan syar’i kepada kita, berupa sifat-sifat mulia (al-aushaf an-nuraniyyah) yang mampu mewujudkan kesempurnaan ibadah kepada Tuhan, Sang Pencipta manusia (Rabb al-Bariyyah) juga telah menyelimuti diriku. Semua ini adalah rahasia yang ada dibalik beratnya tasbeh tersebut bagi raga, mengingat pada waktu itu raga telah berhasil jauh dari unsur ‘kebebasan’ dan ‘egoisme’, dan begitu dekat dari sifat tawadhu, rendah hati, menampakkan bentuk kefakiran dan kemiskinan (kepada Allah), berserah diri di hadapan Allah ta'ala, dan berbagai sifat kehambaan (‘ubudiyyah) lainnya, yang tak akan terpeleset darinya kecuali orang yang binasa, disebabkan berteman dengan orang-orang yang meridhai nafsu mereka. Cobalah Anda kiaskan sendiri! Allah ta'ala akan melindungi anda dari (keburukan) manusia. Ya Allah, lindungilah kami dari kejahatan fitnah, selamatkanlah kami dari segala cobaan, dan perbaikilah keburukan kami yang tampak (zhahir) dan tak tampak (batin) dengan karuniamu. Amiin.

Tidaklah benar bila dikatakan, bahwa mengalungkan tasbeh di leher bisa menyebabkan kefakiran sebagaimana yang telah disebutkan oleh sebagian mereka. Karena itu kami katakan, tidak ada dasar yang menguatkan pernyataan tersebut, sedangkan pengalaman dan realitas membuktikan hal yang sebaliknya. Sesungguhnya di antara kalangan ulama ahli nisbah -semoga Allah ta'ala mengokohkan tradisi mereka selamanya- ada yang mengalungkan tasbeh tersebut di leher mereka sehabis menggunakannya (untuk berdzikir). Sungguh Allah ta'ala telah melapangkan rizki mereka, baik yang bersifat inderawi (hissiyyah) maupun yang maknawi secara tidak terbatas dan tidak terbayang-kan. Hal itu tidak lain justru semakin menambah ketawadhu’an dan kerendahan mereka kepada Allahta'ala, Rasul-Nya, dan seluruh hamba-Nya di dunia dan akhirat.

Memang benar, terkadang pengalungan tasbeh di leher ini bisa menimbulkan rasa fakir bagi orang yang melakukannya karena riya’ dan sum’ah, serta menjadikannya sebagai jaring untuk memperoleh keuntungan dunia dan mengeruk harta orang lain dengan cara yang batil. Hal itu bisa diterima berdasarkan nash (dalil) al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa diragukan lagi. Hal yang sudah diyakini oleh ulama ahli nisbah adalah bahwasanya Allah ta'ala telah menyucikan mereka dari berbagai kotoran semacam ini berkat karunia-Nya, dan berkat bergaul dengan para Ahli nisbah (ahl hadhrat qudsillah), serta berkat pandangan guru-guru mereka yang secara maknawi merupakan obat mukjizat (elixir) yang atas taufiq Allah ta'ala mampu membolak-balikkan mata setiap orang yang berlindung kepada mereka. Sehingga, mata itu pun tidak mendapati pemakainya yang bersandar kepada mereka, selain orang yang benar-benar mencontoh keadaan mereka, baik dalam bentuk perilaku dan ucapan, atau orang yang menyerupai akhlak mereka dan sangat berambisi untuk mewujudkannya di dunia dan akhirat. Tidak diragukan lagi, bahwasanya orang yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kelompok mereka, dan bahwa menyerupai orang-orang shalih akan menyebabkan keikutsertaan (ma’iyah) dan masuk ke dalam kelompok mereka berdasarkan ijma’.“Maka, tirulah mereka jika kamu tidak bisa seperti mereka. Sesungguhnya meniru orang-orang mulia itu adalah keberuntungan.”

Selanjutnya al-Bannani berkata, “Mengalungkan tasbîh di leher sehabis pemakaiannya (untuk berdzikir) ini, bisa dianalogikan dengan pengalungan pedang di leher. Kalau Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah membolehkan untuk menggantungi leher dengan perangkat jihad kecil, seperti pedang dan membolehkan pundak memikul beban seberat karung, sarung pedang, ransel, dan seperangkat lain yang biasanya dipukul di leher, maka tentunya menggantungi leher dengan perangkat jihad besar (baca: memerangi nafsu. pen) seperti tasbeh, mushaf, simbol-simbol kebaikan (dalail al-khairat) dan yang sejenisnya itu lebih utama dan lebih laik. Apa yang telah dinyatakan oleh Ibnul Hajj di dalam (kitabnya) “Madkhal” bahwasanya hal itu adalah bid’ah adalah pemahaman yang tidak bisa diterima, berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh banyak tokoh ulama zhahir dan batin. Atas pertolongan Allah ta'ala, di sini, Anda akan mengetahui sebagian dari hal itu, siapa saja yang menghafalnya, maka dia sebagai hujjah bagi orang yang belum menghafal. Di samping itu, amalan kebanyakan ulama terkemuka di timur dan barat juga sebaliknya.

Adalah merupakan suatu ketetapan, bahwa jika terjadi perselisihan dalam suatu masalah, sedangkan di salah satu pihak yang berselisih tersebut terdapat seorang ahli fikih nan sufi, sedang di pihak lainnya hanya seorang ahli fikih saja, maka yang pertama (faqih sufi) lebih diunggulkan mengingat Allah ta'ala telah memberi keistimewaan kepada para ulama sufi -semoga Allah ta'ala meridhai mereka semua-. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan mereka yang selalu diberkahi kasyaf dan kemampuan mengetahui rahasia alam ghaib dengan berkat karunia dan kemurahan-Nya, dan dengan berkah pencapaian mereka karena kesempurnaan ittiba.

Tasbeh di leher para malaikat

Al-Bannani berkata, “Mereka menuturkan bahwasanya guru dari guru-guru kami, yaitu al-Quthb al-Kamil al-Ghauts al-Washil Sayyiduna wa Maulana al-‘Arabi ad-Darqawi -semoga Allah meridhainya- telah Allah ta'ala perlihatkan kepadanya suatu golongan malaikat dalam posisi berdiri di hadapan Allah (al-Malik al-‘Allam) sambil berdzikir kepada-Nya dan melihat kepada-Nya secara terus-menerus, sedangkan tasbeh pada leher mereka terangkai sangat rapi. Lalu beliau (ad-Darqawi) mengambil tasbeh tersebut dengan sepenuh hatinya, dan terjadilah hâl yang luar biasa di dalam hatinya ketika menyaksikan berbagai rahasia dan bentuk kehadiran Tuhannya. Kemudian, beliau berharap itu terjadi kepada para pengikutnya, maka beliau pun menyuruh mereka untuk mengalungkan tasbeh pada leher mereka, sebagai upaya meniru para malaikat yang mulia tersebut, sekaligus untuk mengambil kesempatan faidah besar yang terkandung di dalamnya. Sebagian pembahasannya telah disebutkan terdahulu atas karunia Allah ta'ala.”

Slogan bagi kelompok asy-Syadzali ad-Darqawi

Al-Bannani berkata, “Di antara yang sudah beredar dan tersebar luas adalah bahwa pengalungan tasbeh pada leher telah menjadi simbol bagi kelompok as-Syadzali ad-Darqawi yang diberkahi ini, dan bahwa para guru (masyayikh) dalam kelompok ini menyuruh murid-murid mereka untuk mengalungkan tasbeh pada leher semenjak tahap permulaan, pertengahan dan akhir. Para ulama tingkat ketiga (Arbab al-Maqâm ats-Tsâlits) berkata, “Sesuatu (tasbeh) yang kami gunakan untuk sampai kepada Allahta'ala maka kami tidak akan meninggalkannya untuk selamanya.” Sebagaimana mereka juga telah menyuruh berkalung tasbeh pada leher sehabis mempergunakannya, begitu pula mereka telah menyuruh berkalung tasbeh hingga bisa dilihat oleh orang khusus (khas) maupun orang awam (‘am), agar menjadi sesuatu yang luar biasa, meniru para malaikat dan lain sebagainya, sebagaimana telah ditegaskan oleh para tokoh ulama terkemuka.”

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]

KISAH TELADAN


FITNAH TERHADAP AISYAH
Kamis, 06 Desember 12

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallaahu 'anha bahwa ketika orang-orang menuduhnya berbuat serong, kemudian Allah membersihkan tuduhan tersebut melalui wahyuNya. Az-Zuhri berkata, "Masing-masing mereka menyampaikan hadits kepadaku tentang hadits Aisyah ini, hanya saja sebagian ada yang lebih berbobot, kemudian saya mencari hadits yang paling kuat tentang kisah ini, sekalipun antara hadits yang satu dengan yang lain saling menguatkan, mereka yakin bahwa Aisyah berkata, 'Biasanya apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak melakukan suatu perjalanan jauh, beliau mengadakan undian di antara para istri beliau. Siapa di antara mereka yang terpilih dalam undian tersebut dialah yang akan turut serta mendampingi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.'

Pada suatu ketika, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengundi kami untuk ikut mendampingi beliau dalam suatu peperangan yang dipimpin beliau sendiri. Aku beruntung karena akulah yang keluar sebagai pemenang. Maka akulah yang berhak pergi bersama beliau. Peristiwa ini terjadi setelah turunnya ayat hijab (menutup muka) lalu aku dinaikkan ke dalam sebuah sekedup dan diturunkan dalam setiap perhentian.

Setelah selesai perang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan rombongan pulang kembali ke Madinah. Hampir sampai di Madinah, beliau memberi izin seluruh pasukan untuk istirahat malam. Ketika istirahat itu, aku keluar dari sekedup dan berjalan menjauhi pasukan untuk buang hajat.

Setelah selesai buang hajat, aku segera kembali ke pasukan. Ketika aku meraba dadaku, terasa kalungku yang terbuat dari permata zhafar telah putus. Karena itu aku kembali mencari kalungku sehingga aku terlambat pulang ke pasukan.

Para pengawal yang bertugas menjagaku selama dalam perjalanan telah mengangkat sekedupku dan menaikkannya ke punggung unta yang kukendarai (tanpa memeriksa lebih dahulu apakah aku ada di dalam atau tidak) lalu mereka berangkat. Mereka menyangka bahwa aku berada dalam sekedup. Ketika itu, berat badan kaum wanita sangat ringan, tidak gemuk atau bertumpuk lemak, karena hanya sedikit makan. Sehingga kalaupun aku berada di dalam sekedup, para pengawal tidak akan merasa lebih berat bila mengangkat sekedup itu. Dan ketika itu aku masih merupakan wanita muda usia. Mereka terus berjalan menggiring untaku (tanpa aku).

Aku mendapatkan kalungku kembali setelah pasukan ber-jalan agak jauh. Ketika aku tiba di tempat peristirahatan, aku dapati di sana telah sepi. Aku memutuskan untuk tetap menunggu di tempatku semula.

Karena aku berpendapat, bila rombongan tidak menemukanku tentu mereka akan kembali mencariku.
Ketika aku duduk menunggu mereka di tempat itu, aku mengantuk dan tertidur. Kebetulan Shafwan bin Mu’aththal as Sulami Zakwani yang berjalan di belakang pasukan sampai di tempatku menunggu.

Ketika itu, dia melihat sosok tubuh yang sedang tidur, dia menghampiri dan mengenaliku. Dia memang sudah pernah melihatku sebelum ayat hijab turun. Aku terbangun ketika dia dengan terkejut mengucapkan kalimah istirja’ (Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un). Dia segera menyuruh untanya merunduk, dan aku disilahkannya menaiki kendaraan itu. Sedangkan dia sendiri berjalan kaki menuntun unta sampai dapat menyusul pasukan yang di depan, sesudah mereka berhenti istirahat dari terik panas tengah hari.

Tetapi sungguh celaka, orang yang sengaja membuat fitnah terhadap diriku mengenai berita bohong itu, yang diprakarsai oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.

Setelah kami sampai di Madinah, aku jatuh sakit selama sebulan. Sementara itu dalam masyarakat telah meluas kabar bohong mengenai diriku. Tetapi ada satu hal yang membuat aku bimbang ialah sikap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak memperlihatkan kasih sayang seperti biasanya kalau aku sedang sakit. Beliau hanya datang menengokku, setelah memberi salam beliau ber-tanya, 'Bagaimana keadaanmu?'Aku tidak mengetahui sama sekali berita heboh mengenai diriku, sampai pada suatu hari setelah aku agak sembuh, aku pergi bersama Ummu Misthah ke suatu tempat untuk buang hajat. Dan kami tidak pergi ke sana kecuali hanya malam hari saja. Yang demikian itu ialah sebelum kami membuat tempat tertutup di sekitar rumah kami.

Memang sudah menjadi kebiasaan orang Arab pada masa lalu, kalau buang hajat pergi ke suatu tempat yang lapang.

Kemudian aku pulang dengan berjalan kaki bersama Ummu Misthah binti Abu Ruhm, tiba-tiba ia tersandung sandalnya, lalu menyumpahi dirinya, 'Celaka si Misthah!' Maka aku menegur, 'Alangkah jeleknya perkataanmu, Apakah engkau memaki orang yang turut serta dalam perang Badar?' Dia berkata, 'Alangkah bodohnya engkau, apakah engkau tidak mendengar apa yang dikatakan mereka?'

Kemudian dia menceritakan kepadaku (omongan tukang-tukang fitnah yang memburuk-burukkan diriku). Semenjak itu, sakitku bertambah parah. Setelah aku sampai di rumahku, Rasulullah masuk ke kamar dan memberi salam sambil bertanya, 'Bagaimana keadaanmu?' Kemudian aku meminta kepada beliau, 'Izinkan aku pulang ke rumah orang tuaku.'

Ketika itu, aku ingin menanyakan kepada kedua orang tuaku mengenai kebenaran berita. Ternyata Rasulullah mengizinkanku. Lalu aku pulang ke rumah orang tuaku dan menanyakan kepada ibuku berita yang dipercakapkan orang mengenai diriku?

Ibuku menjawab, 'Wahai anakku! Janganlah engkau pedulikan hal itu. Demi Allah sesungguhnya tidak ada perempuan cantik di samping laki-laki yang mengasihinya dan ia mempunyai banyak madu melainkan akan diomongi orang. Aku mengucapkan, 'Subhanallah! Kalau begitu memang benarlah kiranya banyak orang membicarakan hal ini!' ujarku. Malam itu, aku menginap di sana dan air mataku mengalir tak dapat ditahan dan aku tak dapat tidur karenanya hingga subuh.

Sementara itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid karena waktu itu wahyu terhenti, untuk bermusyawah mengenai perpisahannya dengan istrinya. Adapun Usamah menyatakan bahwa dia tahu benar para istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka semuanya mencintainya. Usamah berkata, 'Para istri anda wahai Rasulullah, kami yakin benar bahwa semuanya adalah para istri yang baik.'

Sedangkan Ali bin Abi Thalib berkata, 'Wahai Rasulullah, Allah tidak akan mempersulit anda. Masih banyak wanita selain dia, jika anda menghendaki seorang gadis, tidak seorangpun yang akan menolak anda.'

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil Barirah -pembantu rumah tangga Aisyah-, lalu beliau bertanya, 'Hai Barirah, adakah engkau melihat sesuatu yang mencurigakan pada Aisyah?' Barirah menjawab, 'Tidak, demi Allah yang mengutusmu dengan agama yang benar. Sungguh aku tidak melihat sedikitpun yang mencemarkan dirinya, selain hanya dia itu seorang wanita muda yang manja, yang pergi tidur meninggalkan adonan roti lalu datang hewan peliharaannya memakan adonan itu.'

Hari itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri berkhutbah, menyatakan keberatannya terhadap tuduhan yang diprakarsai Abdullah bin Ubbay bin Salul.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Siapakah di antara kalian yang setuju dengan penolakanku atas tuduhan yang telah mencemarkan nama baik keluargaku? Demi Allah! Aku yakin keluargaku bersih dari tuduhan kotor yang tidak benar itu. Mereka juga telah menyebut-nyebut seorang lelaki yang aku yakin bahwa orang itu baik. Dia tidak pernah masuk ke rumahku kecuali bersamaku.'

Maka Sa’ad bin Muadz berdiri lalu berkata, 'Wahai Rasulullah! Demi Allah, saya membela anda dalam masalah ini. Jika tuduhan itu datang dari Suku Aus, kami penggal lehernya. Dan jika datangnya dari saudara-saudara kami suku Khazraj, kami menunggu perintah anda, apa yang anda perintahkan, segera kami laksanakan.'

Sa’ad bin Ubadah lalu berdiri. Dia pemimpin Khazraj dan orang shalih tetapi diperdayakan oleh rasa kesukuan. Lalu dia berkata kepada Sa’ad bin Mu’adz, 'Demi Allah! Engkau bohong! Engkau tidak boleh membunuhnya dan engkau memang tidak sanggup melakukannya.'

Usaid bin Hudhair berdiri dan berkata, 'Demi Allah, engkaulah yang bohong, kapan saja dan di mana saja kami sanggup membunuhnya. Sebenarnya engkau munafik karena membela orang-orang munafik.'

Pertengkaran antara dua suku Aus dan Khazraj itu menjadi hangat, sehingga hampir terjadi perkelahian antara mereka. Tetapi Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam yang ketika itu berada di atas mimbar, turun untuk menenangkan mereka, sehingga mereka diam dan Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam pun diam.

Aisyah berkata, 'Seharian kerjaku menangis, air mataku tidak putus-putusnya dan aku tidak pernah bisa tidur. Pagi harinya ibu bapakku berada di sisiku. Sementara aku telah menangis sehari dua malam, hingga seakan-akan tangisku itu mengiris hatiku. Ketika keduanya sedang duduk di sisiku, sementara aku terus menangis, tiba-tiba datang perempuan Anshar minta izin masuk, lalu aku izinkan. Iapun duduk sambil menangis bersamaku.

Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk dan duduk. Semenjak berita bohong itu tersiar, beliau tidak pernah duduk di sampingku. Dan sudah satu bulan, beliau tidak menerima wahyu mengenai keadaanku.
Nabi mengucapkan syahadat kemudian beliau bersabda, 'Wahai Aisyah! Telah sampai kepadaku berita mengenai dirimu begini, begini. Kalau engkau bersih dari tuduhan itu, maka Allah Ta'ala akan membebaskanmu. Tetapi kalau engkau berbuat dosa maka mohonlah ampunan kepada Allah dan tobatlah kepada-Nya. Karena apabila seorang hamba sadar mengakui dosanya, kemudian ia bertaubat, niscaya Allah menerima taubatnya.'

Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai mengucapkan kata-kata itu, keringlah air mataku hingga tiada terasa setetespun. Aku berkata kepada ayahku, 'Ayah, tolong ayah menjawab pertanyaan Rasulullah.' Ayahku menjawab, 'Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian aku meminta kepada Ibuku agar berkenan menjawab. Ibuku menjawab, 'Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.'

Maka terpaksa aku sendiri yang harus menjawabnya, 'Aku ini seorang wanita yang masih muda yang belum banyak mengetahui isi al-Qur’an. Demi Allah, sekarang aku telah tahu bahwa anda telah mendengar apa yang diperbincangkan orang banyak dan telah merasuk ke dalam hati anda, dan tampaknya anda seperti membenarkan berita itu. Walaupun aku mengatakan kepada anda bahwa aku bersih dari tuduhan itu. Demi Allah, hanya Allah saja Yang Mahatahu bahwa aku memang bersih, anda tentu tidak akan mempercayaiku juga. Dan seandainya aku mengatakan bahwa aku telah bersalah dan berbuat dosa, demi Allah, Dia jugalah Yang Maha Mengetahui bahwa aku bersih, tentu anda akan mempercayainya. Demi Allah, aku tidak memperoleh sebuah contoh pun yang paling tepat mengenai peristiwa ini, selain perkataan yang diucapkan oleh Nabi Ya’qub ayah Nabi Yusuf, dia berkata, 'Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolonganNya terhadap apa yang kamu ceritakan.' (Yusuf :18).

Kemudian aku berpaling dan pindah ke tempat tidurku, sambil mengharapkan pertolongan dari Allah. Tetapi demi Allah, saya benar-benar tidak mengira bahwa akan turun wahyu mengenai permasalahanku. Hal ini, karena kasus itu sangat cemar (aib) terasa olehku untuk disebutkan dalam al-Qur’an. Tetapi aku hanya berharap, semoga Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam melihat dalam mimpi beliau di mana Allah ta'ala memperlihatkan kepada beliau bahwa aku sungguh-sungguh bersih.

Maka, demi Allah, belum lagi Rasulullah meninggalkan tempat duduk beliau, dan belum ada seorangpun yang keluar dari rumah, Allah menurunkan wahyu. Terlihat Nabi seperti orang yang keberatan memikul beban yang sangat berat, sebagaimana biasanya apabila wahyu sedang diturunkan kepada beliau, sehingga beliau bersimbah peluh.
Ketika wahyu telah selesai turun kepada Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam, beliau tertawa. Kalimat yang mula-mula diucapkan beliau kepada saya adalah, 'Wahai Aisyah, bersyukurlah kepada Allah, sesungguhnya Dia telah membebaskanmu dari tuduhan itu.' Ibuku berkata kepadaku, 'Berdirilah engkau dan mintalah maaf kepada Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam! Jawabku, 'Tidak, demi Allah, aku tidak perlu meminta maaf kepada beliau. Aku hanya akan memuji Allah. Kemudian Allah menurunkan ayat, artinya, 'Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga.' (An-Nur: 11).

Setelah Allah menurunkan wahyu tentang terbebasnya aku dari tuduhan itu, Abu Bakar ash-Shiddiq berkata, -Ketika itu beliau biasa memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah, sebagai keluarga dekatnya- 'Demi Allah, aku tidak akan lagi memberikan bantuan kepada Misthah selama-lamanya. Karena Misthah salah satu orang yang suka membeberkan masalah ini.' Maka turun pula wahyu yang melarang penghentian bantuan tersebut, artinya, 'Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' (An-Nur: 22).

Kemudian Abu bakar berkata, 'Ya, demi Allah, aku lebih senang sekiranya Allah mengampuniku.' Lalu Abu Bakar kembali memberi uang belanja kepada Misthah sebagaimana biasanya.

Begitu juga, ketika itu Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam menanyakan permasalahanku ini kepada Zainab binti Jahsy. Beliau bersabda, 'Wahai Zainab, apa yang engkau ketahui selama ini tentang Aisyah?' Zainab menjawab, 'Aku pelihara pendengaran dan penglihatanku, demi Allah, aku tidak mengetahuinya, selain ia adalah wanita yang baik.'
Dialah wanita yang meninggikan derajatku, sehingga Allah melimpahkan karunia sifat wara’ kepadanya.

PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK:

1. Anjuran untuk menggilir istri bagi seorang suami yang memiliki beberapa orang istri.
2. Diperbolehkan menceritakan keutamaan atau kelebihan seseorang sekalipun nanti ada yang memuji atau mencelanya. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan praduga yang bersifat buruk pada seseorang jika pada dasarnya ia memang orang yang baik dan untuk menasehati orang yang menyangsikan kebaikannya.
3. Diperbolehkan menyusun persiapan ucapan sebelum berlangsung pembicaraan jika memang diperlukan.
4. Sekedup berfungsi sebagaimana rumah yang dapat digunakan seorang wanita untuk menutupi auratnya.
5. Diperbolehkan seorang wanita berada dalam sekedup di atas unta sekalipun mempersulit dan melelahkannya.
6. Diperbolehkan orang yang bukan mahram bagi seorang wanita untuk membantunya dari balik hijab.
7. Seorang wanita diperbolehkan berhijab tidak dengan sesuatu yang harus menempel dengan badannya.
8. Diperbolehkan seorang wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya seorang diri dan tanpa izin secara khusus dari suaminya tetapi dengan berdasarkan izin suami yang secara umum karena kebiasaan yang berlaku.
9. Seorang wanita dalam perjalanan dibolehkan memakai perhiasan seperti kalung dan lainnya, atau menyimpan/mem-bawa uang sekalipun sedikit supaya tidak menghambur-ham-burkan uang
10. Keburukan yang ditimbulkan sifat tamak dalam harta kekayaan, sebab sekiranya Aisyah tidak menghabiskan waktu yang cukup lama dalam mencari kalungnya yang hilang tentu akan cepat kembali setelah menunaikan hajatnya.
11. Diperbolehkan pasukan tentara menghentikan perjalanan atas izin pemimpinnya.
12. Pembagian tugas pasukan perang; ada yang bertugas sebagai penjaga keamanan, membantu dan mengangkat orang lemah, meneliti barang yang hilang atau jatuh di perjalanan.
13. Anjuran mengucapkan Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un pada saat ditimpa musibah.
14. Anjuran seorang wanita agar menutup wajahnya dari pandangan lelaki yang bukan mahram.
15. Anjuran untuk menolong seseorang yang didzalimi, memberi makan orang yang kehabisan bekal, membantu orang yang kehilangan barang, menghormati orang yang mulia dan mempunyai kedudukan di masyarakat, mempersilahkan orang lain ikut serta naik dalam kendaraannya dan menanggung penderitaan orang lain.
16. Memperlakukan wanita dengan baik sekalipun bukan mahramnya terlebih lagi saat berkhalwat.
17. Bersikap lemah lembut terhadap istri, menggaulinya dengan baik, dan memberi maaf atas kekurangannya dan hendaknya tidak menyebar luaskan rahasia kehidupan rumah tangganya.
18. Hendaknya seorang wanita jika ingin keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya ditemani salah seorang keluarganya yang dirasa mampu menjaga kehormatannya.
19. Hendaknya seorang muslim membela muslim lainnya terutama kepada orang-orang yang mempunyai keutamaan, dan hendaknya menghalangi orang-orang yang akan menyakiti mereka.
20. Menerangkan keutamaan orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar.
21. Larangan mencela orang lain, atau menyumpahinya atau mencelakakannya dengan ucapan.
22. Bertabayyun terhadap kabar buruk.
23. Anjuran untuk bertasbih saat mendengar suatu yang dianggap sebagai kebohongan.
24. Keterikatan seorang wanita jika ingin keluar rumah yakni setelah mendapat izin suaminya, sekalipun ke rumah kedua orangtuanya.
25. Anjuran untuk meminta pendapat kepada orang-orang yang memahami suatu urusan dalam lingkungan keluarganya.
26. Ketika memberikan rekomendasi (tazkiyah) kepada seseorang hendaknya menggunakan kalimat, 'Kami tidak mengetahuinya kecuali selalu baik.'
27. Harus mantap saat memberikan kesaksian.
28. Ta’ashub dengan kelompok yang batil tidak termasuk usaha mendamaikan yang bersengketa.
29. Hendaknya menyudahi/mengakhiri suatu petengkaran dan memupus tersebarnya fitnah.
30. Anjuran untuk menjauhi seseorang yang nyata-nyata menentang Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam sekalipun dia termasuk keluarga dekat kita.
31. Barangsiapa menyakiti Nabi shallallohu 'alaihi wasallam dengan ucapan maupun perbuatan maka ia berhak untuk dibunuh.
32. Memulai pembicaraan dengan Tasyahud, Tahmid dan memuji-muji Allah dan diakhiri dengan ucapan, Amma ba’du.
33. Anjuran untuk bertaubat. Taubat seseorang yang tulus dan mengakui kesalahannya pasti diijabah.
34. Anjuran untuk mendahulukan orang tua untuk berbicara
35. Anjuran kepada orang yang baru saja mendapat nikmat atau dicabut musibahnya untuk menceritakan kepada orang lain.
36. Anjuran bertasbih saat takjub atau mendengar sesuatu yang berat.
37. Larangan berghibah maupun mendengarkannya dan memperingatkan orang yang senang tenggelam di dalam ghibah tersebut.
38. Anjuran untuk menunda jatuhnya suatu sangsi jika diragukan keterlibatannya.
39. Memperlakukan wanita secara adil.


[Sumber: Sittuna Qishshah Rawaha an-Nabi wash Shahabah al-Kiram, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, edisi bahasa Indonesia: "61 KISAH PENGANTAR TIDUR Diriwayatkan Secara Shahih dari Rasulullah dan Para Sahabat", pent. Pustaka Darul Haq, Jakarta] 

KISAH PEMUDA NASRANI YG MASUK ISLAM KARNA BETTEMU DAJJAL


Dari Fatimah binti Qais mengatakan; "saya mendengar muazzin memanggil untuk sholat. Saya pun pergi ke masjid dan sholat bersama Rasulullah saw. Selesai sholat, Rasulullah saw naik ke atas mimbar. Nampak semacam bergurau Baginda saw tertawa dan berkata: "Jangan ada yg bergerak! Hendaklah semua duduk diatas sajadahnya!" kemudian berkata: "Tahukah km mengapa aku memerintahkan km jangan ada yg pulang?" kami menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yg lebih tahu."
Rasulullah saw berkata lagi: "Demi Allah aku menyuruh kamu kesini bukan ingin menakut-nakuti dan bukan memberi kabar gembira. Aku ingin menceritakan kpd km bhwa Tamim Al-Dariy adalah seorang Nasrani, kemudian dia datang menjumpai aku dan masuk Islam. Dia bercerita kepadaku tentang satu kisah tentang Dajjal. Kisah yg dia ceritakan itu sesuai dgn apa yg telah aku ceritakan kpd km sebelumnya.

Katanya dia bersama 30 orang kawannya pergi ke laut dgn menaiki kapal. Angin kencang datang bertiup dan ombak besar membawa mereka ke tengah2 samudra yg luas. Mereka tdk dpat menggerakkan kapalnya ke pantai sehingga terpaksa berada diatas laut selama satu bulan. Akhirnya mereka terdampar di sebuah pulau menjelang terbenamnya matahari. Di pulau yg tdk ditempati orang itu mereka berjumpa dgn binatang yg sangat tebal bulunya sehingga tdk nampak apakah ia jantan atau betina. Mereka bertanya kpd binatang itu: "Makhluk apa engkau ini?" binatang itu menjawab: "sy adalah Al-Jassasah." mereka tanya: "Apa itu Al-Jassasah?" Binatang itu hanya menjawab: "Wahai kumpulan lelaki, pergilah km ke tempat ini untuk menjumpai lelaki macam ini! Sesungguhnya dia pun ingin berjumpa dgn km. Mereka pun pergi ke tempat yg ditunjukkan oleh binatang itu.
Di sana mereka menjumpai seorang lelaki yg sangat menyeramkan, besar & tegap. Artinya mereka tdk pernah melihat orang sebesar itu. Dari tangannya sampai ke tengkuknya dikuatkan dgn besi yg sangat besar & kuat, begitu jg dari lututnya sampai ke telapak kakinya. Mereka bertanya: "Siapakah anda?"
Orang seperti raksasa itu menjawab: "Kamu tentu telah mendengar cerita tentang aku. Sekarang aku pula ingin bertanya: "Siapa km ini?"
Mereka menjawab: "Kami adalah manusia berbangsa Arab. Kami pergi ke laut menaiki kapal, tiba2 datang ombak besar membawa kami ke tengah2 samudera luas dan kami berada di lautan selama satu bulan. Akhirnya kami terdampar di pulai yg tuan tempati ini.
Pada mulanya kami berjumpa dgn binatang yg sangat tebal bulunya sehingga kami tdk dpt mengenali apakah dia jantan atau betina. Kami tanya dia katanya Al-Jassasah. Kami tanya apa maksudnya dia hanya menjawab: "Wahai kumpulan lelaki, pergilah km ke tempat ini untuk menjumpai lelaki macam ini,
sesungguhnya dia pun ingin berjumpa dgn km."
Itulah sebabnya kami datang ke tempat ini. Sekarang kami sudah berjumpa dgn tuan dan kami ingin tahu siapa tuan sebenarnya?" Makhuk yg sangat besar itu belum menjawab soalan mereka. Lalu Raksasa besar itu balik bertanya: "Ceritakan kamu kepadaku keadaan kebun kurma yg di Bisan itu,!"(nama tempat di negeri Syam)
Mereka menjawab: "Keadaan apanya yg tuan maksudkan?"
Orang besar itu menjawab: "Maksudku apakah pokok kurma itu berbuah?" setelah mereka menjawab bahwa pokok kurma itu berbuah, orang besar tadi berkata: "Aku takut klu pokok itu tdk berbuah."
Lalu Orang besar itu bertanya lagi; "Ceritakan kepadaku tentang sungai Tabariah!"
Mereka menjawab: "Tentang apanya yg tuan maksudkan?"
Orang besar itu menjawab: "Maksudku apakah airnya masih ada?"
Mereka menjawab: "Airnya tdk susut, masih ada dan sampai sekarang masih digunakan oleh para penduduk."
Orang besar itu berkata: "Air sungai itu suatu saat akan kering."
Orang besar itu berkata lg: "Apakah sudah muncul Nabi Akhir zaman Nabi Al-Amin di Makkah itu?"
Mereka menjawab: "YA"
(dalam hati orang besar itu berkata: berarti sebentar lagi aku akan diijinkan keluar.)
Akhirnya lelaki seperti raksasa itu berkata: "Kalau begitu ceritakan kepadaku tentang Nabi Al-Amin itu,! Dan Apa yg dia buat?"
Mereka menjawab: "Dia telah berhijrah dari Makkah ke Madinah."
Orang besar itu bertanya lagi: "Apakah dia diperangi oleh orang2 Arab?"
Mereka menjawab: "YA, Mereka memeranginya."
Orang itu bertanya lagi: "Kalau begitu apa pula tindakn dia terhadap mereka?"
Mereka menjawab: "Rasulullah SAW telah mengembangkan dakwahnya dan sudah ramai pengikutnya.
Orang besar itu berkata lagi: "Memang begitulah, padahal mereka akan beruntung jika taat kepadanya. Sekarang aku terangkan kepadamu, bahwa aku adalah Al-Masih Dajjal. Nanti aku akan diberi izin keluar, lalu aku pun akan menjelajahi dunia ini. Dalam masa empat puluh malam sudah dapat aku jelajahi semua, kecuali Makkah dan Madinah yg aku tdk dapat memasukinya. Karena Negeri Makkah & Madinah dikawal oleh para Malaikat. Maka aku tidak dapat menembusnya."

Rasulullah brcerita lg kpd seluruh jama'ah masjid, Rasulullah saw menekankan tongkatnya diatas mimbar sambil berkata: "Inilah negeri yg tidak dapat dimasukinya itu, yaitu Madinah. Saudara2 sekalian apakah sudah aku sampaikan cerita ini kpd km?"
Mereka menjawab: "Ya, sudah ya Rasulullah."
Rasulullah berkata lagi: memang seharusnya hadits Tamim itu lebih meyakinkan sy lg. Ceritany itu bersesuaian dgn apa yg telah aku sampaikan kepada kam sebelumny. Yaitu Makkah dan Madinan yg dikatakan tidak dapat dimasui Dajjal. Cuma dia ada mengatakan di lautan Syam atau di laut Yaman. Tidak, bahkan ia dari arah timur. Ia dari arah timur,: kata Rasulullah saw sambil menunjuk ke arah timur.
Rasulullah telah menguatkan Dajjal akan datang dari arah timur. Ada yg mengatakan bahwa Dajjal akan datang dari khurasan atau I Isfahan

'^_^,
"Wallahu A'lam Bish Showab"